A former Riau Forestry Service head insisted on a corruption trial in Corruption Crime Court in Jakarta last week that he just signed logging license of Annual Working Plan (RKT) for companies and handed over the responsibility to his subordinates.
Media reports said that Burhanuddin Husin, former Riau Forestry Service Head and now Kampar District Head, told a corruption court in Jakarta last week (4/7/2008) that he had nothing to do with verdict of misusing of logging licenses to clear natural forests which prosecute the Pelalawan District Head Azmun Jaafar.
Agroperhutanan Menjanjikan Kerimbunan Vegetasi
Oleh Arda Dinata
http://pollutionnews.blogspot.com/
Email: arda.dinata@gmail.com
Mungkin Anda pernah melintasi atau berjalan-jalan saat liburan di wilayah pedesaan. Di sana kita bisa menikmati pemandangan rimbunnya dedaunan yang menghijau di sekeliling pemukiman. Sejauh mata memandang, kita akan menyaksikan pemandangan indah menawan. Kondisi seperti ini, tentu sangat susah kita temui di daerah perkotaan.
Pemandangan rimbunnya vegetasi menghijau semacam itu, tidak lain terbentuk oleh tajuk pepohonan yang memenuhi tata guna lahan. Bisa lahan pertanian, pekarangan, kebun, atau talun-kebun. Sehingga, bila dilihat dari kejauhan, kondisi tersebut seperti hutan alami. Dan tata guna lahan tradisional yang membentuk hutan buatan ini, dikalangan para ahli pertanian menggolongkannya ke dalam istilah sistem agroperhutanan tradisional.
Istilah lain yang digunakan berkait agroperhutanan adalah wanatani, agroforestry. Menurut Whitten, dkk., dalam Ekologi Jawa dan Bali, agroperhutanan diartikan sebagai sistem tata guna lahan yang sesuai dengan praktek-praktek budaya dan kondisi lingkungan setempat, yang tanaman semusim atau tahunan dapat dibudidayakan secara bersama-sama atau rotasi, bahkan kadang-kadang dalam beberapa lapisan sehingga memungkinkan produksi yang dilakukan terus menerus karena pengaruh peningkatan kondisi tanah dan iklim mikro yang tersedia di hutan. Sistem ini juga mencakup peternakan.
Keberadaan agroperhutanan ini, sebenarnya dalam tatanan budaya daerah di Indonesia secara nyata telah dipraktekkan jauh-jauh hari oleh masyarakat. Namun, keberadaan pola ini ada yang telah dirubah oleh orang-orang yang hanya berpikir pendek (sesaat). Padahal, kalau kita berpikir bijaksana, keberadaan sistem agroperhutanan tradisional itu dapat beradaptasi terhadap perubahan biofisik dan sosial-ekonomi masyarakat.
Bukti adanya pola agroperhutanan di masyarakat, dapat kita lihat dari tradisi yang pernah dilakukan selama ini. Misalnya, di pulau Jawa, kita mengenal bermacam-macam sistem agroperhutanan, antara lain: sistem pekarangan dan talun-kebun di Jawa Barat; penanaman buah-buahan di lahan ladang (di Jawa Barat dikenal dengan sebutan huma); sistem mixed gardening (kebun campuran) ---masyarakat Purworejo, Jawa Tengah disebut krakal, dan kebun di Malang, Jawa Timur---.
Untuk daerah lain, dikenal pula dengan sistem, seperti: kebun campuran yang disebut dusun di Ambon dan Seram, mamar di Timor, serta porlak di Batak; penanaman kopi di lahan ladang di Sulawesi; penanaman kopi dan damar yang dikombinasikan di lahan ladang di Sumatera; penanaman rotan di bekas ladang di Kalimantan Timur; penanaman karet dan lada di bekas ladang di Kalimantan.
Yang penting diperhatikan dalam pengelolaan sistem agroperhutanan tradisional adalah harus melakukan pendekatan ekosistem atau holistik. Yakni pendekatan yang memandang bahwa unsur-unsur dalam lingkungan tidak berdiri sendiri. Tapi, ia merupakan satu kesatuan integrasi yang terjadi dalam sistem. Artinya akan terjadi interaksi yang nyata/erat antara sistem biofisik dengan sistem sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Dampaknya, bila terjadi perubahan pada salah satu komponen sistem lingkungan tersebut, maka seluruh komponen lain akan ikut berubah.
Dalam hal ini, anak cucu kita, tentu tidak akan terkena dampak yang cukup bermakna bila setiap kita melakukan perlakuan terhadap kehidupan ekosistem dan komunitas alam secara agroperhutanan. Dan justru sebaliknya, ia akan menikmati buah perlindungan dari nenek moyangnya.
Dalam konteks ini, tentu cukup singnifikan apa yang dinyatakan Soemarwoto, bahwa agroforestry (agroperhutanan –pen) ini memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan budaya bagi masyarakat pedesaan. Dengan perkataan lain, tata guna lahan tersebut memiliki fungsi ganda. Diantara fungsinya, adalah berupa menahan erosi tanah, mengatur sistem hidrologi, melakukan pencagaran atau konservasi plasma nutfah, dan memberikan efek positif kepada iklim mikro.
Selain itu, fungsi lainnya yang tidak kalah penting adalah memberikan fungsi sosial-ekonomi yang sangat berarti bagi penduduk pedesaan, misalnya berupa menghasilkan produksi untuk menopang kehidupan penduduk, atau menghasilkan produksi komersil dan produksi yang dapat diperjual belikan.
Adapun gambaran tata guna lahan yang menggunakan sistem agroperhutanan (baca: ditanami oleh aneka ragam jenis tanaman, baik tanaman semusim maupun tahunan), diantaranya meliputi bentuk tanaman yang menyusun bagian paling bawah adalah jenis tanaman merambat di permukaan tanah, seperti ubi jalar. Pada bagian atasnya terdapat tanaman semak-semak perdu yang memiliki tinggi kurang dari satu meter, seperti talas, ganyong, lengkuas, jahe, leunca, cabe rawit, dll.
Sementara itu, pada bagian atasnya lagi, terdapat jenis tanaman lain yang memiliki tinggi 1-2 meter, seperti singkong, jagung, dll. Sedangkan di atas tajuk-tajuk tanaman tersebut terdapat tanaman yang memiliki ketinggian 2 – 5 meter, misalnya jeruk, pepaya, dll.
Pada bagian kanopi yang lebih atas ada tanaman buah-buahan, kayu bakar, dan bahan bangunan, seperti: mangga, rambutan, nangka, petai, albasiah, bambu, dll. Adapun di bagian tajuk tanaman yang teratas diisi oleh jenis tanaman yang memiliki ketinggian lebih dari 8 meter, contohnya pohon kelapa dan aren.
Akhirnya, dengan adanya pola agroperhutanan ini, maka akan membuat rakyat di suatu daerah tidak dapat dipisahkan dari masyarakat lokal yang melakukan hubungan dengan lingkungan alam secara berkelanjutan dan lestari. ***
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.
ADA EBOOK GRATIS SEBAGAI BONUS YANG WAJIB ANDA BACA:
• Buku Sukses Untuk Anda. Klik di sini ….
• Peta Harta Karun, Menulis Buku & Menerbitkannya Sendiri, dll klik disini…
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
BLOG IS MY SALESMAN ARDA DINATA: | PULSA KEKAYAAN GRATIS | Arda News Success | Blogging Success | Wisdom Business | Quantum Writers | Inspiring Intelligence | Mosquito & Public Health | Getting Rich | Writers Success | Sprituality Health | Farmakologi | Sanitary | Physiology | House Keeping | Pollution News | Photografy| | ARDA EKLIPING INDONESIA | Cara Menjadi Kaya | Dunia Kesehatan Spritual | Dunia Pustaka dan Referensi | Dunia Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang | Dunia Kesehatan Lingkungan | ALIFIA E-Clipping and Reviewing | Reuse News Indonesia | ARDA Reseller News | Rahasia Penulis Sukses | Reseller News Indonesia | |
MENU ARDA EKLIPING INDONESIA: | BERANDA KLIPING | KLIP IPTEK | KLIP PSIKOLOGI | KLIP WANITA | KLIP KELUARGA | KLIP ANAK CERDAS | KLIP BELIA & REMAJA | KLIP GURU & PENDIDIKAN | KLIP HIKMAH & RENUNGAN | |
MENU HIDUP SEHAT DAN KAYA: | Dunia Spritual dan Kesehatan | Rahasia Menjadi Kaya | Dunia Reseller | Reuse News | Pustaka Bisnis | |
MENU ARDA PENULIS SUKSES: | Inspirasi Penulis | Rahasia Penulis | Media Penulis | Sosok Penulis | Pustaka Penulis | |
MENU AKADEMI PEMBERANTASAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG: | Dunia P2B2 | Dunia NYAMUK | Dunia LALAT | Dunia TIKUS | Dunia KECOA | Pustaka P2B2 | |
MENU AKADEMI KESEHATAN LINGKUNGAN: | Inspirasi ARDA | Dasar KESLING | P.Sampah | Tinja & Aair Limbah | Binatang Pengganggu | Rumah & Pemukiman Sehat | Pencemaran Lingkungan Fisik | HYPERKES | Hygiene Sanitasi Makanan | Sanitasi Tempat Umum | Air Bersih | Pustaka Kesehatan | |
MIQRA INDONESIA GROUP Kantor Pusat: Jl. Raya Panganadaran Km.3 Pangandaran Ciamis 46396 Telp. (0265) 630058 Copyright © 2006-2010, Miqra Indonesia, Email : miqra_indo@yahoo.co.id Homepage : http://www.miqra.blogspot.com/ Design by Arda Dinata, Wong Tempel Kulon - Kec. Lelea - Kab. Indramayu - Indonesia |
No comments:
Post a Comment